Penutupan Sunan Kuning, Dprd: Semarang Ketinggalan


Suasana malam lokalisasi Sunan Kuning, Semarang, Jawa Tengah, belum usang ini. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)
Semarang – Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Agung Budi Margono menilai rencana penutupan lokalisasi Sunan Kuning tertinggal di banding kota lain. Secara kelembagaan, DPRD sebetulnya juga telah semenjak usang meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menutup lokasi esek-esek tersebut
“Kota Semarang termasuk ketinggalan alasannya sudah banyak kawasan lain yang melaksanakan penutupan lokalisasi. Yang niscaya kami sudah meminta semenjak usang ditutup, termasuk sudah meminta semenjak dulu semoga dilakukan kajian sosial dan ekonomi jikalau Sunan Kuning ditutup,” kata Agung kepada Tagar, Sabtu 15 Juni 2019.
Karenanya, kata Agung, ketika Pemkot Semarang menargetkan penutupan Sunan Kuning sanggup simpulan sebelum 17 Agustus 2019 maka harus benar-benar direalisasikan.
Artikel lainnya: Pekerja Seks Sunan Kuning Dapat Rp 5,5 Juta per Orang
DPRD siap mendorong pihak terkait semoga penutupan tersebut tidak lagi menjadi wacana. Terlebih jadwal penutupan lokalisasi pecahan dari program nasional Indonesia higienis praktik prostitusi pada 2019.
“Jangan hanya sekadar wacana saja atau rencana yang tak pernah terlaksana,” tegas dia.
Dari sisi payung hukum, Agung juga menyatakan pihaknya siap memberi pemberian merevisi peraturan daerah (perda) soal praktik prostitusi. Menurut dia, Peraturan Daerah yang ada dikala ini tidak lagi relevan dengan perangkat aturan di atasnya.
Di UU No 10 Tahun 2004 wacana Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terdapat batas eksekusi ialah maksimal enam bulan kurungan dan denda Rp 50 juta. Sementara di Perda No 10 Tahun 1957 wacana Penanggulangan Pelacuran, pelanggar hanya dikenai hukuman jauh dari undang-undang. Hanya didenda Rp 10 ribu.
Bisa alih fungsi menjadi kawasan wisata ibarat wisata kuliner, religi atau sejenisnya. Kaprikornus tidak mematikan pedagang di wilayah lokalisasi. Tapi harus didukung semua pihak
“Hukumannya terlalu ringan. Sedangkan aturan di atasnya sanggup hingga enam bulan kurungan. Sehingga Peraturan Daerah kita sudah tidak relevan,” ujar dia.
Selain itu, Peraturan Daerah yang ada sudah tidak sesuai dengan kondisi perkembangan dikala ini, Perda 10 Tahun 1957 belum menyasar pelanggaran yang memanfaatkan teknologi informasi.
“Perlu ada aturan yang lebih adaptif dengan kondisi dikala ini ibarat problem digital yang belum terwadahi dalam Peraturan Daerah tersebut,” kata Agung.
Diakui Agung, hingga kini revisi Perda 10 Tahun 1957 belum masuk jadwal legislasi kawasan (prolegda). Namun bukan mustahil masuk di tahun depan, apalagi jikalau ada masukan masyarakat.
Langkah lain, Pemkot Semarang sanggup melaksanakan inisiatif dengan mengawali kajian revisi Peraturan Daerah wacana prostitusi.
Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Laser Narindro memperlihatkan catatan semoga langkah yang akan dijalankan Pemkot Semarang sanggup menjadi kemaslahatan masyarakat. Bukan malah mengakibatkan problem baru, khususnya imbas sosial warga maupun perempuan pekerja seks (WPS).
Artikel lainnya: Pemkot Semarang Akan Tutup Lokalisasi Sunan Kuning
“Jangan hingga mengakibatkan goresan antara warga dan pihak Pemerintah Kota dan benar-benar jadi solusi buat masyarakat sekitar,” tegas dia.
Pemerintah juga harus memperhatikan geliat ekonomi warga pasca penutupan. Sehingga, tidak memperlihatkan imbas negatif atas perjuangan di lingkungan Sunan Kuning.
“Bisa alih fungsi menjadi kawasan wisata ibarat wisata kuliner, religi atau sejenisnya. Kaprikornus tidak mematikan pedagang di wilayah lokalisasi. Tapi harus didukung semua pihak,” pungkas dia.[]
