Ulah Setya Novanto Di Penjara, Sel Abal-Abal Sampai Pelesiran
Setya Novanto kembali mencuri perhatian. Terpidana kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik itu terpergok sedang berbelanja di sebuah toko bangunan di daerah Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat pada Jumat (14/6) lalu. Padahal, ia harusnya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung.
Sontak hal itu menciptakan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kumham) kebakaran jenggot. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu eksklusif dipindahkan ke LP Gunung Sindur, Bogor yang populer dengan pengamanan ketat bagi terpidana kasus terorisme. “Diharapkan tidak melaksanakan lagi pelanggaran tata tertib lapas dan rutan selama menjalani (hukuman) pidananya,” kata Kepala Bagian Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto, Sabtu (15/6).
Ade mengatakan, Novanto meminta izin untuk berobat pada Selasa (11/6). Awalnya ia mengeluh tangan kirinya tak dapat digerakkan sampai harus dirawat inap selama tiga hari di sebuah rumah sakit di Bandung. Namun usai menuntaskan pembayaran pada Jumat siang, Novanto dan istrinya Deisti A. Tagor tak terlihat lagi dari pengawasan pengawal dari LP Sukamiskin sampai hasilnya kembali ke LP sore harinya.
Belakangan beredar foto-fotonya yang menyampaikan Novanto berada di sebuah toko bangunan. Novanto yang terlihat memakai kemeja lengan pendek berwarna biru muda dan topi hitam sedang berbicara dengan perempuan yang disinyalir yaitu istrinya. Foto tersebut hasilnya viral dan direspons dengan tindakan pemindahan sel.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai upaya Ditjen Pemasyarakatan meski menyesalkan bencana narapidana kasus korupsi yang masih dapat berkeliaran di luar sel. “Hal ini tentu berisiko bagi dapat dipercaya Kemenkumham, khususnya Ditjen PAS,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
(Baca: Ketahuan Pelesiran, Setya Novanto Dipindah ke Lapas Gunung Sindur)
Sel Abal-abal di LP Sukamiskin
Bukan sekali dua kali politisi Golkar itu berbuat ulah di penjara. Pada Juli 2018, presenter gosip Najwa Shihab dan tim Mata Najwa bersama Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke LP Sukamiskin.
Salah satu kamar yang disambangi yaitu kamar Novanto. Saat itu Najwa sempat berbincang sejenak dengannya untuk menanyakan soal kabar Novanto di penjara sampai soal e-KTP. “Saya sedang berguru ikhlas,” kata Novanto ketika itu dikutip dari video Mata Najwa di Youtube.
Meski demikian, Najwa sempat mencurigai keaslian kamar tahanan Novanto karena stiker identitas pengguna kamar gres terlihat ditempel, barang yang dinilai tak sesuai profil Novanto alasannya di dalam sel ada parfum perempuan dan tidak ada tumpukan baju laiknya orang yang tinggal lama.
Hal ini lantas ditanyakan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly yang kemudian mengakui ada kejanggalan pada kamar Novanto. “Kalau kami lihat dari kepribadian dan gaya beliau, itu mencurigakan,” kata Laoly.
(Baca: Kemenkumham Jamin Setnov Tidak Pelesiran Lagi dari Penjara)
Najwa bahkan mengaku mengorek klarifikasi dari dua orang dalam LP Sukamiskin. Hasilnya, sel yang terlihat sederhana tersebut bukanlah kamar aslinya. Novanto sebetulnya mendekam di sel Blok Timur Bawah nomor 3. Bukan hanya itu, sel nomor 3 digabung dengan sebelahnya yakni nomor 2 untuk ditinggali Novanto. “Informasi yang kami terima, sering ada kendaraan beroda empat tiba mengisi barang di kamar itu,” kata Najwa kepada Laoly.
Tak hanya itu, April kemudian sempat beredar pula foto Novanto sedang makan di sebuah restoran Padang. Namun Kemenkumham menyebut ketika itu dia sedang dibantarkan ke RSPAD Gatot Subroto. Adapun ketika itu restoran nasi padang berlokasi di dalam kompleks RSPAD dan Novanto makan dalam kondisi dikawal.
“Saran dari dokter di Bandung, dokter referensi rekomendasi harus di RSPAD,” kata Liberti Sitinjak, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat.
Aksi Parodi Setya Novanto (ANTARA FOTO/MAULANA SURYA)
Tersangkut Sejumlah Kasus
Sebelum tersandung kasus e-KTP, nama Novanto acapkali disangkutpautkan banyak sekali kasus. Namanya pernah beredar di seputaran kasus tindak pidana korupsi pengalihan hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Kasus ini secara total merugikan negara Rp 904 miliar.
Namun, kasus tersebut tiba-tiba menghilang seiring dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk Setya Novanto pada 2003. Kasus lainnya ada kiprahnya dalam memfasilitasi pengalokasian dana pekan olah raga nasional (PON) di Riau. Namun, kontroversi ini tidak menjeratnya dalam kasus hukum.
Yang paling menyita perhatian yaitu rekaman pembicaraannya bersama pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia ketika itu Maroef Sjamsoeddin pada tahun 2015. Dalam skandal “Papa Minta Saham”, Novanto ketika itu mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terkait undangan saham Freeport. Bahkan, ketika itu Novanto sempat menyebut Jokowi keras kepala.
“Presiden ini agak koppig (kopeh, bahasa Belanda artinya keras kepala), tapi dapat merugikan semua,” kata Novanto dalam rekaman. Buntut kasus itu, Novanto hasilnya mundur dari bangku Ketua dewan perwakilan rakyat dan digantikan Ade Komarudin. Meskipun beberapa waktu kemudian ia kembali memegang jabatan tersebut.
Namanya juga disebut-sebut oleh Johannes Kotjo dan Eni Maulani Saragih, tersangka kasus korupsi pembangunan PLTU Riau-1. KPK tengah mendalami tugas Novanto dalam kasus tersebut. “Sejak awal Johannes Kotjo meminta santunan Setya Novanto dan Eni Saragih. Apa yang diketahui dan dilakukan Setya Novanto untuk pengurusan proyek PLTU Riau-1 tersebut,” kata Febri Diansyah.
Saat diperiksa sebagai saksi untuk Direktur Utama PLN (nonaktif) Sofyan Basir yang menjadi tersangka dalam kasus itu, Novanto mengaku tak pernah menyinggung soal PLTU-1 Riau. “Saya menanyakan soal PLTG alasannya sudah usang tidak berjalan,” kata dia usai diperiksa KPK, Selasa (14/5) lalu.
(Baca: Proyek PLTU Riau yang Menjerat Anggota dewan perwakilan rakyat sampai Dirut PLN)
Email sudah ada dalam sistem kami, silakan coba dengan email yang lainnya.
Maaf Telah terjadi kesalahan pada sistem kami. Silahkan coba beberapa ketika lagi