Jan Ethes Dan Ahy, Penerus Dinasti Politik Berikutnya
Jakarta – Dalam percaturan politik dunia, ada ungkapan yang lazim disebut dinasti politik. Jika mengacu dari ungkapan itu, maka sosok Jan Ethes Srinarendra menjadi paling layak untuk dijadikan suksesor, dari trah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, meski masih terlalu muda, Jan Ethes dinilai bisa menuai simpati banyak orang dan masih mungkin untuk menggeluti dunia politik, dibandingkan ketiga anak Jokowi yang terlanjur aktif dalam dunia perjuangan dan bisnis masing-masing.
Baca juga: Secara Statistik, Popularitas Jan Ethes Lampaui Kaesang Pangarep
Apalagi, foto-foto kedekatan Jokowi dan cucunya itu telah mencuri hati dan akan menjadi kenangan tersendiri bagi banyak kalangan. Kenangan itu akan tersimpan dalam waktu yang akan lama. Hampir semua dinasti politik juga mempunyai foto kebersamaan mereka yang mencuri hati banyak orang.
Dinasti atau trah politik yaitu sesuatu yang masih dan akan tetap berlangsung dalam dunia politik. Beberapa nama yang terkenal dalam dinasti politik internasional yaitu Kennedy, Bush, Gandhi, Bhutto, Aquino, dan lain-lain.
Sedangkan di tingkat nasional, mantan Presiden Sukarno, Soeharto, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mempunyai dinasti yang berkiprah di dunia politik. Bahkan, putri Presiden Sukarno, Megawati Sukarno Putri, terpilih sebagai Presiden Wanita Pertama RI.
Trah Yudhoyono
Dalam Trah Yudhoyono, ketika ini yang sedang berusaha ikut berebut efek dalam dunia politik yaitu putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sulung SBY itu seolah dipersiapkan khusus oleh dinasti sang pendiri Partai Demokrat (PD) sebagai suksesor di masa depan
Pengamat politik LIPI Aisah Putri Budiarti, sempat menyampaikan bahwa AHY bakal mempunyai laba besar jikalau PD punya nyali untuk keluar dari Koalisi Adil Makmur dan mengubah arah proteksi ke kubu capres-cawapres petahana Joko Widodo-Maruf Amien (kubu 01) pada kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) PD itu diprediksi bakal berpeluang mengasah performanya di pemerintahan, jikalau saja partainya mau mendukung Jokowi-Amien. Bahkan tanpa proteksi pada kubu 01 pun, AHY masih disebut berpotensi kecipratan jatah bangku menteri di Kabinet Indonesia Kerja (KIK) jilid kedua
“Bisa saja, misalnya, AHY jadi menteri atau posisi penting lainnya. Sehingga ia bisa berdiri track record dan mengasah kepemimpinan, (serta) kapasitas kepemerintahannya. Hal ini penting untuk jadi modal AHY dalam politik,” sebut Aisah kepada Tagar, Jumat, 3 Mei 2019 yang lalu.
Demokrat yang usang menjadi oposan, berdasarkan Aisah, sanggup berbalik arah tampil ke publik dengan kebijakan eksklusif ke rakyat.
“Kontribusi realnya (Demokrat) ke publik, lebih terlihat dari sekedar menjadi oposan yang mengkritisi pemerintah. Ini penting untuk berdiri gambaran partai, dan mendongkrak bunyi partai dalam pemilu selanjutnya,” kata dia.
Pada Kamis, 2 Mei 2019, AHY memang bertemu dengan Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Namun kepada awak media, abang dari Edhi Baskoro Yudhoyono itu menjelaskan bahwa pertemuan tersebut hanya sebatas menghadiri permintaan dari pihak Istana Negara.
Perjalanan politik AHY bukan tanpa aral. Baru-baru ini sejumlah pendiri dan politikus senior PD yang dipimpin Max Sopacua membentuk Gerakan Moral Penyelamatan Partai Demokrat (GMPPD). Mereka menuntut SBY segera digeser dari bangku Ketua Umum partai.
Bersama tokoh lain semisal Ahmad Mubarok, Ahmad Jaya, Ishak dan lain-lain, Max meminta untuk dilakukan pembenahan besar-besaran dalam badan partai berlambang mercy itu. Pembenahan itu menjadi agenda utama dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada September mendatang.
Mereka mengaku prihatin dengan perolehan bunyi PD yang anjlok ke angka 7,7 persen pada pemilu legislatif 2019. Padahal, pada pemilu 2014 kemudian perolehan bunyi PD mencapai 10,9 persen.
“GMPPD mendorong pelaksanaan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat selambatnya 9 September 2019 demi mengembalikan kejayaan partai di 2024,” ujar Max Sopacua dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
“Kalau KLB tidak perlu susah-susah, Pak SBY tinggal menyerahkan kepada Mas Agus Harimurti Yudhoyono,” kata dia.
Manuver Max dan kawan-kawan tersebut, eksklusif menerima respons keras dari Mantan Wasekjen PD Andi Arief. Dia menuding gerakan GMPPD digulirkan sebagai upaya menimbulkan cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno atau mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo sebagai ketua umum di partai biru tersebut.
Andi juga menilai, selama ini tokoh-tokoh penggagas GMPPD tidak pernah melaksanakan tindakan apa pun untuk partai, termasuk Ketua DPP PD Subur Sembiring yang sempat menyebut SBY telah menyalahi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai.
“Kami sudah tahu kalau Mubarok, Max Sopacua akan mendatangkan bangku ketum Demokrat kepada Sandi Uno, Gatot Nurmantyo dll. Menjadi makelar memang kerap menguntungkan, tapi Sandi Uno atau Gatot Nurmantyo bukan orang yang udik yang bisa dibohongi,” cuit Andi melalui akun Twitter-nya, @AndiArief_, pada Minggu 16 Juni 2019.
“Mubarok, Max Sopacua, dan Subur Sembiring yang tak pernah saya lihat berbuat untuk Partai Demokrat–dan pihak luar yang coba ikut campur–, tidak sempurna waktunya mengajak kami dan Pak SBY ‘berkelahi‘,” ujar Andi Arief dalam rangkaian twit berikutnya.
Andi bahkan seolah mengulang kalimat SBY beberapa waktu lalu, yang meminta kepada para pembuat gaduh dalam badan PD untuk lebih mementingkan soal kemanusiaan. Dia memakai perumpamaan para pembuat gaduh tersebut serupa hama Ulat Bulu dan Buaya, yang tengah berusaha merusak kebun Demokrat.
“Sekarang kami sedang berduka atas kepergian Ibu Ani. Adakah hati dan kemanusiaan?” kata Andi Arief menyambung cuitan yang sama.
“Ulat bulu dan buaya manjat sedang koalisi mau merusak kebun Demokrat,” kata Andi Arief. []
Baca juga: