Pisang Plenet Kuliner Legendaris Di Semarang, Subandi Tetap Pertahankan Otentik Rasa
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Di tengah tren segala macam jajanan kekinian, nampaknya tak menghipnotis sebagian jajanan tempo dulu yang masih ada.
Para pedagang pun tak kebakaran jenggot. Mereka justru bahagia alasannya yakni tampil berbeda dari pada yang lain.
Subandi (62) satu di antaranya. Laki-laki orisinil kelahiran Semarang tersebut tampak asik membolak balikkan beberapa potong pisang di atas tungku panggangannya.
Tak perlu waktu usang hanya 1-1,5 menit saja, satu persatu dari beberapa biji pisang yang telah berubah warna menjadi coklat kehitaman diangkatnya. Pada tiap-tiap biji ditelakkan di plastik bening segi empat memanjang.
Subandi pun mengambil 2 buah papan berbentuk segi empat kecil dan lalu menjepitkan pisang di antaranya dengan 1 atau 2 kali tekanan.
Nyet-nyet-nyet terdengar lirih dari lisan Subandi.
“Iki jenenge Pisang Plenet. Gawene diplenet-plenet, dipenyet,” katanya, Sabtu (22/6/2019) malam.
Hari itu pun para pembeli berdatangan secara bergiliran. Tua muda sampai belum dewasa pun terlihat di sana.
Beberapa yang lain memang menyebutnya pisang penyet. Entah dari mana asal sebutan tersebut, yang niscaya kata Subandi pisang bakarnya bernamakan Pisang Plenet Khas Semarang Pemuda Pak Subandi sebagaimana tertuliskan dalam gerobaknya tanpa berubah-ubah.
Subandi pun bercerita, jajanan berbahan dasar pisang kepok tersebut nampaknya sudah ada semenjak 1950-an. Menurutnya, kala itu, sang kakek menjadi perintis pertama merasa bosan dengan kuliner ringan tempo dulu yang hanya seputar singkong atau ubi rebus maupun goreng.