Sejara Sepak Bola Indonesia Sekarang Memasuki Abad Baru
loading…
BOLA sudah melaksanakan initial public offering (IPO) atau penawaran saham pertama pada Mei lalu. Mereka menyampaikan saham perdana senilai Rp175 per lembar lewat sketsa IPO. “Dengan dilepasnya saham BU untuk umum akan semakin banyak pihak yang sanggup mendukung tercapainya visi dan misi tim untuk meraih sukses berkelanjutan,” kata CEO Bali United Yabes Tanuri kemarin.
Dalam agresi korporasi ini BOLA menunjuk PT Kresna Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas sebagai perusahaan penjamin pelaksana emisi imbas (underwriter). Tampak antusiasme masyarakat Bali, terutama fans dan suporter, sangat besar. Sejak masa penawaran hari kedua sudah oversubscribed. Komposisi investor ritel ada 41% dan investor institusi sebanyak 59%.
“Perolehan dana IPO akan dipakai perseroan untuk investasi, memperkuat struktur permodalan di entitas anak usaha, dan sisanya akan dipakai untuk modal kerja,” tambah Yabes. Bali United berencana memakai dana hasil IPO sekitar 19,1% untuk belanja modal, kemudian sekitar 20,4% untuk memperkuat struktur permodalan kepada entitas anak usaha, dan 60,5% akan dipakai sebagai modal kerja perseroan.
Selepas IPO, Bali United menargetkan pendapatan klub sepak bolanya tumbuh dua kali lipat pada 2019. Tahun kemudian Bali United mencatatkan pendapatan Rp115,2 miliar, artinya sasaran pendapatan tahun ini mencapai Rp230 miliar. Melantainya Bali United di bursa menarik minat para pemain klub tersebut untuk turut berinvestasi. Bintang lapangan Irfan Bachdim juga membeli saham BOLA yang ditawarkan eksklusif oleh Yabes Tanuri.
“Ini pertama kali investasi di saham. Sebelumnya belum pernah,” paparnya. Selain Irfan, ada Sutanto yang mengungkapkan bahwa setiap pemain Bali United diberi kesempatan membeli saham BOLA. “Untuk saham ini saya masih perlu banyak belajar. Saya hanya tahu label luarnya. Harus lebih mendalami lagi,” ucapnya. Langkah Bali United untuk go public yaitu sejarah gres sepak bola Indonesia.
Sejak PSSI menggelar kompetisi di kurun Perserikatan yang dimulai pada 1991, hingga bersama Liga 1 di animo sekarang, belum pernah ada tim yang berani turun ke bursa. Padahal, mereka bukan tim lawas yang mempunyai tradisi cantik di sepak bola Indonesia. Jika dibandingkan Persija Jakarta, Persib Bandung, Arema FC atau klub lain yang lebih mapan, tim berjuluk Serdadu Tridatu kalah dari sisi sejarah, gelar, dan jumlah penonton.
Bali United gres menjadi klub profesional empat tahun lalu, tepatnya pada 15 Februari 2015 sesudah sebelumnya berjulukan Putra Samarinda. Perubahan nama itu tak lepas dari langkah administrasi yang memindahkan sangkar dari Samarinda ke Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali. Dalam lima tahun terakhir prestasi Bali United juga mengalami pasang surut.
Musim kemudian mereka hanya menempati peringkat 11 klasemen akhir, sesudah animo sebelumnya (2017) menjadi runner-up di bawah Bhayangkara. Artinya, mereka belum pernah mendapat gelar semenjak kurun profesional. “Kami akan berinovasi di bidang sepak bola maupun industri olahraga dan hiburan secara luas,” sambung Yabes.
Meski belum mapan di tengah tradisi sepak bola Indonesia, Bali United mengklaim perseroan juga mempunyai entitas anak perusahaan menyerupai PT Bali Boga Sejahtera, PT Kreasi Bangsa, PT Radio Swara Bukit Bali Indah, PT IOG. Kehadiran entitas anak perjuangan itu memperkuat pendapatan dari bermacam-macam sektor, baik tiket, hak siar televisi, sponsor, penjualan merchandise, penjualan masakan minuman, playland, akademi, marketing agency dan e-sports.
Mereka juga mengklaim mempunyai basis suporter besar. Bali United mempunyai 559.000 pengikut Twitter, 709.000 followers Instagram, 95.927 pengikut aplikasi Bali United, rata-rata 167.790 kunjungan situs internetnya per bulan dan 33.277.977 viewers di YouTube. Khusus suporter, data Bali United bersama-sama masih jauh di bawah Persija. Tim Ibu Kota mempunyai 2,8 juta pengikut di Twitter, 2 juta di Instagram.
Atau juga jikalau dibandingkan Persib yang mempunyai 3,3 juta pengikut di Twitter, serta 3,1 juta pengikut di Instagram. Termasuk urusan penonton. Bali United menempati peringkat empat kunjungan penonton ke stadion di Liga 1 2018 dengan 258.433. Jumlah tersebut di bawah Persija Jakarta (372.423) dan Persib (272.291).
Toh, langkah ini tetap dipuji Mantan CEO Persija Jakarta Gede Widiade. “Langkah top markotop. Ini keberanian yang patut dianalisis tim lain. Beberapa tim lain juga ada yang layak untuk right issue,” papar Gede yang kini menjadi CEO Persiba Balikpapan.
Menurut Gede, dikala suatu tim melaksanakan right issue harus terperinci untuk apa pengembangan tim, apakah untuk menciptakan stadion, atau melanjutkan sewa stadion, memperluas jaringan merchandise atau acara produktif lain. Ini penting alasannya yaitu alasan membeli saham yaitu untuk mendapat laba dari harga saham atau dividen perusahaan.
BOLA memfokuskan pendapatan mereka dari bursa untuk upgrading semua unit perjuangan utama dan anak perusahaan. Untuk klub, mereka berencana melaksanakan upgrade stadion, biaya sewa, serta penambahan akomodasi latihan. “Asal tidak salah kelola, saya pikir saham klub sepak bola kondusif untuk investasi dan menguntungkan,” tambah Gede. Sebetulnya ada sejumlah klub sepak bola di Tanah Air yang siap untuk terjun ke lantai bursa.
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, sesudah Bali United ada Arema Malang yang berencana melantai di BEI. Pihaknya sudah melaksanakan pertemuan dengan administrasi Singo Edan -julukan Arema- terkait planning IPO tersebut. “Dengan Arema sudah ketemu sebelum libur Idulfitri kemarin. Kaprikornus begini, Arema sudah kita lakukan pendekatan dan mereka kini sedang concern internal dulu, apa saja yang perlu dipersiapkan,” ujarnya.
Nyoman Yetna menjelaskan, masuknya Bali United ke pasar modal akan semakin meyakinkan langkah Arema untuk mengikuti jejak yang sama. Sebab, hal ini memperlihatkan perkembangan bagi dunia sepak bola Indonesia. “Mereka (Arema) mempertanyakan apakah sudah ada klub sepak bola yang sudah dalam proses (IPO), ada, Bali United. Kaprikornus komunitas yang sama kan saling berkomunikasi. Ini momen yang sempurna untuk mereka, momentum yang menarik,” ujarnya.
Menurut Nyoman, pendekatan juga dilakukan pada klub sepak bola lain, yakni Persija dan Persib. Namun, untuk kedua klub ini belum hingga pada tahap pertemuan. “(Terhadap) Persija dan Persib kami sudah melaksanakan pendekatan, mudah-mudahan dalam waktu akrab sanggup ketemu,” tambahnya.
General Manager Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) Ponaryo Astaman menyampaikan langkah Bali United membawa kurun gres di persepakbolaan Indonesia. Bali United dianggap sebagai pionir di kurun industrialisasi sepak bola yang sanggup menjadi teladan klub-klub lain. Bali United juga menjadi sepak bola Indonesia jikalau digarap secara profesional, sanggup menjadi sebuah industri.
Paling penting, lanjut Ponaryo, mengelola klub kini tidak cukup hanya mengelola klub sepak bola, tapi lebih sebagai perusahaan. “Ini juga berdampak faktual pada kesejahteraan pemain. “Bermain di klub yang sehat tentu menambah kenyamanan pemain. Kenyamanan itu yaitu faktor penting untuk pemain bekerja dan menyampaikan yang terbaik yang mereka punya,” katanya.
Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria menilai IPO ini yaitu suatu cara sepak bola menjadi lebih transparan dan akuntabel. Di luar itu, soal regulasi lebih teknisnya di statuta sudah diatur PSSI dan FIFA. Meski langkah Bali United melantai di bursa saham bukanlah sesuatu gres di sepak bola dunia, alasannya yaitu klub-klub elite dunia telah melakukannya.
Di sepak bola modern menyerupai dikala ini, segala sesuatunya tidak terlepas dari sisi bisnis. Dengan bergabung di bursa saham, klub berpotensi mendapat pundi-pundi uang lebih efektif.
Belajar dari MU
Sebagian besar klub di dunia mempunyai sketsa kepemilikan tradisional, tetapi beberapa dari mereka telah menciptakan IPO dan kini terdaftar di bursa imbas di seluruh dunia. Ini yaitu beberapa tim utama yang melaksanakan lompatan itu. Manchester United (MU), misalnya. Diambil alih Malcom Glazer pada 2005, tujuh tahun kemudian Glazer memutuskan membawa The Red Devils kembali ke bursa saham untuk meningkatkan modal.
Pada IPO kedua klub menjual 16,7 juta saham, tetapi harga per lembarnya jatuh di bawah ekspektasi dan hanya dijual sekitar USD14. Padahal harga yang dibutuhkan pada kisaran USD16-20 per lembar. Saat ini harganya berada di USD14,56 dengan total kapitalisasi pasar USD2,38 miliar.
Bagaimanapun, terjun ke bursa saham bukan tanpa risiko. Kinerja perusahaan di pasar keuangan sebagian besar terkait kinerjanya di pasarnya sendiri. Ketika perusahaan barang konsumen yang bergerak cepat (FMCG) menghasilkan untung besar dalam kuartal tertentu, efeknya terasa di pasar keuangan. Harga saham perusahaan naik. Demikian pula sepak bola kinerja klub di lapangan sangat menghipnotis harga sahamnya.
Ketika klub awalnya meluncurkan IPO mereka di aneka macam bursa efek, tujuannya yaitu untuk mendapat aneka macam investor. Namun, sebagian besar saham, selama bertahun-tahun, lebih banyak dibeli penggemar dari masing-masing klub sepak bola, bukan oleh orang-orang yang mencari laba di pasar saham. Fluktuasi dan kurangnya pengembalian yaitu dua alasan di baliknya.
Kasus MU, misalnya. Pasca-kepergian Sir Alex Ferguson pada 2013, klub telah melalui periode yang agak kacau dan yang telah menyebabkan fluktuasi atau guncangan. Di Italia, kinerja yang jelek telah menyebabkan Lazio menjual sahamnya dengan harga murah di bursa saham.
(don)