Perajin Kian Menciut, Belega Gagas Desa Wisata Bambu
Padahal, pada 1990 silam, Desa Belega punya 350 perajin dan desanya dikenal sebagai desa bambu.
Perbekel Blega I Ketut Trisna Jaya menyatakan, semenjak tahun 2002 atau pasca-Bom Bali I perajin bambu di desanya kalang kabut.
“Setelah bom itu anjlok, sebelumnya dari tahun 1980 hingga tahun 2000 hampir setiap rumah ada yang menciptakan kerajinan dari bambu,” ujar Trisna Jaya kemarin.
Saat ini, kata beliau berusaha melanjutkan dengan membangkitkan lagi perjuangan ini. “Kami akan gairahkan lagi melalui desa wisata yang bernuansa bambu,” terang perbekel yang gres menjabat 7 bulan itu.
Kata dia, pengembangan dan pembangkitkan desa wisata itu juga akan dimulai dari salah satu banjar setempat.
Bahkan di banjar itu sudah mulai penataan jalan, dan sosialisasi biar setiap rumah ada penggunaan materi dari bambu pada sebuah bangunan setiap rumah.
Mulai dari satu banjar itu, diperlukan juga banjar yang lainnya sedikit demi sedikit dapat dikembangkan dengan total ada enam banjar.
“Ini kami masih godok di masyarakat di banjar yang akan diujicoba jadi Desa Wisata ini,” jelasnya. Kata dia, Banjar Blega Kanginan, dijadikan pilot project.
“Yang paling penting, pembangunan desa wisata yaitu kekompakan masyarakatnya dan saling mendukung,” jelasnya.
Kata dia, pengembangan desa wisata dimulai dari pintu masuk yang berbahan bambu. “Konsepnya itu satu banjar kami tata dulu
menggunakan ornamen rumahnya memakai bambu. Mulai dari meja, kursi, hingga daerah tidur yang memakai bambu,” jelasnya.
Pihaknya juga hendak mengadakan pelatihan-pelatihan kepada perwakilan masyarakat. Mulai dari workshop terkait desa wisata bambu.
“Aksesoris di rumah-rumah itu juga harus berbahan bambu. Ini yang kami jual sudah ada. Namun memulainya lagi itu harus dari bawah lagi,” tukasnya.
(rb/dra/mus/JPR)