Pengamat Nilai Ahy Dapat Jadi Penghambat Partai Lain Terima Demokrat
harianpijar.com, JAKARTA – Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyat menilai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sanggup mengganjal Partai Demokrat untuk bergabung dengan koalisi Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.
Menurutnya, partai politik yang tergabung di Koalisi Indonesia Kerja (KIK) tentu tidak ingin popularitas Komandan Kogasma Partai Demokrat itu meningkat untuk Pemilu 2024.
Di mana, pada Pemilu 2024, Jokowi sudah tidak sanggup lagi mengajukan diri sehingga akan ada calon gres dan peta politik yang berbeda.
“Jelas menjadi kendala bagi partai lain. Apalagi kalau Demokrat bergabung dengan pemerintah akan mengurangi jatah menteri,” ujar Usep S Ahyat kepada Republika, Jumat, 28 Juni 2019.
Meski demikian, dikatakan Usep S Ahyat, peluang Partai Demokrat bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin tetap terbuka. Pasalnya, koalisi akan tetap memperhatikan kepentingan Jokowi menjalankan roda pemerintahan pada periode 2019-2024.
“Bergabungnya Demokrat akan menimbulkan stabilitas pemerintahan semakin kuat. Walaupun gotong royong dalam periode kedua, Pak Jokowi tidak mempunyai beban-beban (tersandera) kepentingan partai lain,” terangnya.
Usep S Ahyat mengatakan, Partai Demokrat juga membuka peluang pindah koalisi semenjak awal. Bahkan, beberapa kali AHY melaksanakan silaturahmi ke Jokowi, yang terbaru pada momen Idulfitri lalu.
Usep S Ahyat menilai Partai Demokrat memang berkepenttingan untuk bergabung dengan koalisi pemerintah. Menurutnya, tugas Partai Demokrat di kubu oposisi tidak terlihat signifikan.
“Maskot dari oposisi kan lebih banyak di Gerindra dan PKS. Mereka mengalami peningkatan bunyi dikala berada di oposisi. Sedangkan Demokrat aku kira tidak terlalu menonjol,” sebutnya.
Usep S Ahyat mengungkapkan, secara umum perpindahan koalisi pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil Pilpres 2019 sangat mungkin terjadi. Bahkan, dirinya menilai peta koalisi sangat mungkin berubah sehabis MK menolak somasi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Selain itu, berdasarkan Usep S Ahyat, bentuk koalisi partai politik di Indonesia bukanlah koalisi permanen, melainkan berdasarkan kepentingan tertentu. Dalam konteks Pilpres 2019, koalisi terbentuk hanya untuk mengusung capres dan cawapres.
“Setelah itu sangat-sangat mungkin untuk berubah. Koalisi di perpolitikan kita itu tidak permanen, tidak ideologis. Lebih pragmatis untuk kepentingan tertentu, contohnya untuk pembentukan undang-undang atau kebijakan tertentu,” kata Usep S Ahyat. (elz/rep)
loading…