Puber Politik Dan Meningkatnya Partisipasi Pemilih : Okezone News
JAKARTA – Pada Pemilihan Umum Serentak 2019 tingkat partisipasi masyarakat Indonesia terbilang tinggi dibandingkan pemilu sebelumnya. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), kalau dibandingkan 2014, peningkatan angka partisipasi hampir 10 persen.
Naiknya angka partisipasi pemilih itu juga menciptakan masyarakarat menjadi melek politik. Hampir di setiap ketika masyarakat ibarat berbondong-bondong meributkan wacana politik.
Tak hanya di lembaga formal, perdebatan soal politik kini sudah menjamur sampai warung-warung kopi, bahkan grup Whatsapp keluarga. Namun, obralan mereka sekadar membela salah satu tokoh politik yang dianggap sejalan dengan pemikirannya.
Menyikapi hal itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengutarakan setidaknya ada tiga faktor yang menciptakan masyarakat menjadi reaktif terhadap situasi politik ketika ini.
“Pertama, suka atau tidak ada efek dari fanatisme yang tinggi ya, alasannya ialah ini pertarungan kedua dari orang yang sama. Artinya dengan tingkat fanatisme lebih tinggi keterlibatan mereka dalam arti memenangkan pasangannya dan jagoannya,” terang Yunarto kepada Okezone, belum usang ini.
Kemudian faktor kedua, berdasarkan Yunarto, ialah media sosial. Di mana untuk ketika ini semua masyarakat sudah dekat dengan namanya medsos, sehingga mereka sanggup membuatkan informasi-informasi terkait situasi politik melalui akun media sosialnya.
Faktor yang ketiga, lanjut Yunarto, ialah munculnya sebuah kesadaran dari masyarakat yang sebelumnya apolitis atau tidak peduli politik, kemudian merasa terpanggil untuk ikut terlibat dalam Pemilu Serentak 2019. Apalagi, mereka juga merasa kalau politik ini akan memilih kehidupan mereka ke depannya.
“Jadi tiga hal itu mengapa keterlibatan masyarakat jauh lebih terasa dan minimal terbukti kalau dari sisi kuantitatif ini kan angkanya tinggi partisipasi pemilih di atas 80 persen. Meningkat jauh dibandingkan dengan tahun 2014,” tutur Yunarto.
Namun sayang, kata dia, di tengah meleknya masyarakat terhadap politik, mereka masih mendapatkan informasi hoaks atau info bohong. Sehingga, mereka beropini memakai informasi yang belum diketahui kebenarannya.
Kemudian hal itu lantas menciptakan mereka sanggup disebut dengan “puber politik”. Berita bohong pun juga memperlihatkan efek luas, ibarat beberapa pihak tidak lagi percaya dengan hasil lembaga survei ataupun hasil hitung cepat.