Menyesap Tutut Menu Kuliner Keong Air Tawar

FAST DOWNLOADads
Download





Di Bogor, tutut diolah menjadi masakan yang mempunyai banyak penggemar


REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Banyak orang menganggap keong atau siput air tawar (Pila Ampullacea) sebagai hama atau sekadar binatang tidak berguna yang hidup di sawah, sungai, dan danau. Namun, itu tidak berlaku bagi beberapa warga di Kota Bogor, Jawa Barat.


Mereka mengolah binatang itu sebagai sajian masakan yang mempunyai banyak penggemar. Selain rasanya sedap, bagi sebagian orang tutut dinilai sebagai sumber protein. Bahkan, ada yang mempercayai tutut sebagai sajian mempunyai kegunaan untuk menyembuhkan penyakit liver, demam, dan penyakit kuning.


Di Jalan Sholeh Iskandar dan daerah Cimanggu, Tanah Sareal, Bogor, beberapa gerobak penjual tutut menjadi referensi para penggemar masakan tersebut. Salah satunya, yaitu warung kaki lima tutut milik Husni Fadillah yang berada di Jalan Taman Cimanggu.


Setiap hari di warungnya Husni melayani pelanggan yang tidak hanya berasal dari Bogor, tetapi dari kota lain ibarat Depok dan Jakarta. “Banyak yang ke sini sekadar mengobati rasa kangen mereka untuk mencicipi sajian tutut ini,” kata Husni yang memasak tutut dengan satu varian rasa yakni bumbu kuning.


Satu porsi tutut dijual dengan harga Rp 5 ribu. Bumbu-bumbunya yaitu bawang putih, bawang merah, kemiri, kunyit, jahe, merica, dan garam yang dihaluskan.


Cara makannya pun unik, kita harus menyesap atau menghisap isi tutut dari cangkangnya. “Slurrppppp…,” begitu bunyi yang terdengar ketika pelanggan Husni menyesap isi tutut dari cangkangnya.


Jika Anda kesulitan menyesap, ada alat bantu berupa tusuk gigi disediakan Husni semoga pelanggannya sanggup meraih isi tutut. Ketika tutut habis, kuah berbumbu kuning juga sayang rasanya kalau tidak dihabiskan alasannya rasanya begitu sedap.


Husni Fadilah menyampaikan bahwa setiap hari rata-rata ia menjual sebanyak enam kilogram tutut. “Bahkan di tamat pekan jumlahnya sanggup mencapai sekitar delapan kilogram,” kata laki-laki yang merupakan generasi kedua penjual tutut ini.


Meski setiap hari dagangannya laris, bukan berarti dirinya tidak pernah mengalami hambatan. “Pertengahan tahun kemudian ada perkara puluhan warga Tanah Baru, Bogor, mengalami keracunan sehabis makan tutut,” kata dia.


Setelah bencana itu, Husni mengaku dagangannya ikut terdampak perkara tersebut. “Penjualan turun drastis alasannya banyak pelanggan yang khawatir tutut masakan saya juga berbahaya,” kata dia.


Namun, lambat laun penjualan tututnya kembali membaik dan bahkan semakin meningkat. “Itu alasannya saya menentukan tutut atau keong materi sajian dari yang berasal dari alam, ibarat danau dan sungai. Bukan dari sawah,” kata Husni.


Menurut dia, tutut yang berasal dari sawah lebih berisiko alasannya terkotori pestisida. Kepercayaan pelanggannya yang loyal, berdasarkan dia, menjadi kunci perjuangan masakan tutut Husni masih sanggup bertahan sampai ketika ini.


Untuk memastikan sajian tutut yang aman, ia mengimbau calon pembeli untuk mengecek baunya. “Jika baunya menusuk atau ada bacin dan rasanya pahit, sebaiknya jangan dikonsumsi,” kata Husni.


Salah seorang pemasok tutut, Suryadi, menyampaikan bahwa tutut yang kondusif dikonsumsi yaitu tutut yang hidup di sungai dan danau yang belum terkotori limbah. “Saya mendapat tutut ini di sejumlah setu (danau) di Bogor,” kata dia.


Menurut Suryadi, beberapa pemasok juga mendapat tutut mentah yang berharga Rp 7 ribu per kilogram itu dari hasil budidaya. “Itu juga kondusif dikonsumsi alasannya dihindarkan dari pestisida dan zat kimia berbahaya,” kata laki-laki yang memasok tutut di wilayah Bogor dan Depok itu.


Pada isu terkini kemarau ini, kata dia, tutut relatif lebih susah didapatkan. “Musim hujan yaitu masa di mana pasokan tutut melimpah,” kata Suryadi.


Salah seorang penyuka masakan tutut, Eni Roheni, menyampaikan selain yummy tutut mengingatkan dirinya pada masa kecil yang sering mengonsumsi tutut. “Dulu di Bogor banyak banget yang jual, kini lebih susah ditemui,” kata perempuan paruh baya itu.


Apalagi, lanjutnya, kini banyak tutut yang berasal dari sawah berpestisida maupun habitat yang terkotori lainnya.”Harus berhati-hati semoga tidak salah pilih tutut dengan mencium baunya yang tidak menyengat dan tidak berasa pahit,” kata Eni.









>>Artikel Asli<<


FAST DOWNLOADads
Download
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url